Langsung ke konten utama

Milan berhasil Mengalahkan Inter dan menjadi Juara Supercoppa



Perfect Comeback, Champion is back!


Bertajuk Final Supercoppa (07/01/2025) mempertemukan Milan vs Inter dalam laga klasik, Derby Della Madonnina. 

Sergio Conceicao melawan rekan setimnya dan mantan timnya, Simone Inzaghi dan Inter Milan. Membawa tanggung jawab berat untuk membangkitkan AC Milan pasca performa yang buruk di bawah asuhan Paulo Fonseca. 

Dengan kepercayaan diri tinggi, pasca mengalahkan Juventus sebelum ke Final. Squad Milan kali ini sepenuhnya yakin bisa mengalahkan Inter, walaupun Leao tidak bermain dari menit awal. 

Hasilnya sesuai prediksi bahkan menang dengan cara paling cantik, yaitu Perfect Comeback. Dari ketinggalan 2-0 menjadi 2-3 hingga peluit panjang berbunyi. 

Berikut ini kita sajikan match analysis pada match kali ini. 

Babak 1 

Conceicao menunjukan kemampuannya bertahan dengan menggunakan high pressing di daerah pertahanan Inter. Walaupun high pressing ini membuka banyak celah di lini tengah yang seringkali dimanfaatkan Inter dengan umpan-umpan panjangnya. 

Walaupun begitu Inter juga kesulitan membobol gawan Milan berkat beberapa penyalamatan ciamik dari  sang penjaga gawang, Mike "Magic" Maignan. 

Tiga gelandang Milan memiliki peran yang berbeda sepanjang babak pertama ini, ketika high press Fofana dan Musah yang akan cenderung lebih maju ketimbang Reijnders. 

Berbeda ketika sedang menyerang Reijnders lah yang lebih sering menusuk, Fofana meng-cover counter attack Inter, sedangkan Musah bermain lebih menyamping kanan dengan Emerson Royal. 

Bagusnya adalah ketika offense Milan cenderung menusuk dari tengah menggunakan penetrasi Jimenez dan juga Pulisic. Walaupun Jimenez masih kesulitan jika harus berhadapan dengan Dimarco ataupun Bastoni. 

Tetapi Pulisic lebih leluasa karena Dumfries lebih sering maju dan menyisakan Bisseck saja. 

Alhasil peluang pertama didapatkan dari Reijnders yang menusuk melalui tengah berhasil mengelabui bek inter, sayangnya sepakan kaki kirinya tidak berhasil menembus gawang Yan Sommer. 

Itu adalah peluang terbaik yang dimiliki Milan sepanjang babak 1. 

Lebih kaget lagi karena di ujung babak 1, Lautaro ternyata berhasil mencetak gol berkat aksi cerdiknya mengelabui Thiaw dan Tomori. 

Babak 1 ditutup dengan keunggulan Inter 1-0. 

Babak 2

Babak kedua dimulai dengan skema yang sama hanya saja Inter lebih kesulitan karena Fofana dan Musah sudah merapatkan lini tengahnya sehingga tidak ada celah. 

Alih-alih terlalu fokus pada lini tengah ternyata Milan harus kecolongan gol lagi dari Mehdi Taremi, striker asal Iran ini berhasil memanfaatkan long pass Stefan De Vrij dan mencetak gol yang kedua bagi Inter. 

Conceicao sadar harus segera membuat perubahan, Leao yang diperkirakan belum fit 100% masuk 2 menit setelah kebobolan yaitu pada menit 50' menggantikan Alex Jimenez. 

Lini serang semakin tajam ketika Pulisic bermain di kanan dan Leao bermain di sisi kiri serangan Milan. 

Terbukti Leao dijatuhkan di dekat kotak pinalti dan berbuah free kick untuk Milan, sang eksekutor Theo Hernandez mengeksekusi tendangan datar pada sisi kanan Yan Sommer yang terdiam tidak bergerak ketika bola melesak ke gawangnya pada menit 51'

Kedudukan berubah menjadi 2-1 dan Milan semakin bersemangat untuk terus mencetak gol demi menjadi juara. 

Lagi-lagi Leao yang melihat celah bagus untuk memberi passing kepada Theo Hernandez ke sisi kiri penyerangan Milan dan langsung melakukan crossing ke tengah kotak penalti. 

Diterima dengan baik oleh Pulisic dan dieksekusi dengan body balance dan left foot yang baik oleh "Captain America". 

Stadion semakin bergemuruh ketika Milan berhasil menyamakan kedudukan pada menit 79'. 

Entah kenapa sejak gol Taremi, tidak ada perlawanan yang berarti dari Inter seolah-olah kehabisan bensin, ada satu yang paling berkesan ketika sundulan Carlos Augusto menghantam mistar gawang dan memantul ke arah gawang walaupun VAR melihat bahwa bola tidak sepenuhnya melewati garis putih. 

Pasca menyamakan kedudukan Milan justru semakin beringas mengingat waktu tersisa tinggal 10 menit lagi, walaupun tidak ada serangan yang berarti karena pertahanan Inter yang cukup rapat dengan trio mereka Bastoni-De Vrij-Bisseck. 

Kerja keras akhirnya terbayarkan pada menit 93', kecerdasan Pulisic melihat celah kosong dan Leao yang sadar bahwa "titik temu" Leao ada di dalam kotak pinalti dan melakukan cut in untuk langsung berhadapan dengan Yan Sommer. 

Kecerdasan Leao disini ditunjukkan dengan cara melakukan "Ozil Pass" untuk memberikan assist kepada Tammy Abraham sang pencetak gol ketiga sekaligus gol kemenangan untuk Milan. 

Tambahan waktu 5 menit tidak sanggup untuk membuat perubahan pada Inter terlebih harus kebobolan di 90+3'. 

Peluit panjang dibunyikan dan pertandingan dipastikan berakhir. 

Milan melakukan perfect comeback dan berhasil menang dalam Derby Della Madoninna sekaligus memenangkan Piala Supercoppa mereka yang ke 8. 

Jumlah trofi ini menjadi sama dengan Inter yang sama-sama memiliki jumlah trofi 8 berbeda 1 dengan Juventus sebagai koleksi trofi terbanyak yaitu 9. 

Selamat Milan, trofi pertama di era Cardinale dan Conceicao. Semoga moodbooster untuk Serie A dan Liga Champhions. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Inter dan Milan Punya Stadion yang Sama tapi Beda Nama?

Sumber: sportspro.com Bagi para penggemar sepak bola, stadion San Siro adalah salah satu ikon paling terkenal di dunia. Tapi yang unik, stadion ini digunakan oleh dua klub besar Serie A, yaitu AC Milan dan Inter Milan.  Meski berbagi stadion yang sama, kedua klub ini menyebutnya dengan nama berbeda: Milan menyebutnya San Siro , sementara Inter menyebutnya Giuseppe Meazza . Bagaimana sejarah di balik fenomena ini? Yuk, kita bahas! Sejarah Singkat Stadion San Siro San Siro, yang terletak di Milan, dibangun pada tahun 1926 atas inisiatif Piero Pirelli, presiden AC Milan saat itu. Awalnya, stadion ini hanya digunakan oleh AC Milan dan memiliki kapasitas sekitar 35.000 penonton. Stadion ini diberi nama sesuai dengan nama distrik di mana stadion tersebut berada, yaitu San Siro. Pada tahun 1947 , Inter Milan mulai berbagi penggunaan stadion dengan AC Milan. Hal ini dilakukan karena Inter tidak memiliki stadion sendiri yang memadai untuk menggelar pertandingan besar.  Sejak saat i...

Dampak AC Milan dalam Sejarah Sepak Bola Global dan Italia

  AC Milan bukan hanya sekadar klub sepak bola; mereka adalah simbol kebesaran dalam olahraga ini.  Dengan sejarah yang kaya dan prestasi yang luar biasa, Milan telah memberikan dampak signifikan dalam membentuk sepak bola modern. Apa saja kontribusi Rossoneri di panggung global?  Yuk, kita bahas lebih lanjut! 1. Dominasi di Eropa AC Milan adalah salah satu klub paling sukses dalam sejarah sepak bola Eropa.  Dengan koleksi 7 trofi Liga Champions , Milan berada di urutan kedua setelah Real Madrid sebagai klub dengan gelar terbanyak di kompetisi ini.  Momen-momen ikonik, seperti kemenangan melawan Barcelona di final tahun 1994 dengan skor 4-0, menunjukkan dominasi Milan di era itu.  Keberhasilan ini tidak hanya mengharumkan nama klub, tetapi juga memperkuat reputasi Serie A sebagai liga yang kompetitif. 2. Pusat Inovasi Taktik Milan dikenal sebagai salah satu pelopor inovasi taktik dalam sepak bola. Pada era 1980-an dan 1990-an, Arrigo Sacchi membawa rev...

Nomor 10 AC Milan: Para Maestro yang Berkesan

Nomor 10 di AC Milan adalah simbol kreativitas, kepemimpinan, dan kelas.  Sepanjang sejarah klub, banyak pemain berbakat telah mengenakan nomor ini, membawa kebanggaan dan tanggung jawab besar di lapangan. Berikut adalah lima pemain nomor 10 AC Milan yang paling berkesan. 1. Gianni Rivera (1960-1979) Gianni Rivera adalah legenda sejati AC Milan. Sebagai playmaker, ia dikenal dengan visi, teknik, dan kemampuan mencetak golnya.  Rivera mengenakan nomor 10 selama hampir dua dekade dan memimpin Milan meraih berbagai gelar, termasuk dua trofi Liga Champions pada 1963 dan 1969.  Ia juga menjadi pemain Milan pertama yang memenangkan Ballon d'Or pada 1969. Hingga kini, Rivera tetap dianggap sebagai salah satu pemain terbaik dalam sejarah klub. 2. Ruud Gullit (1987-1993) Pada era keemasan Milan di akhir 1980-an dan awal 1990-an, Ruud Gullit adalah salah satu bintang paling bersinar. Pemain asal Belanda ini membawa kombinasi kekuatan fisik, kecepatan, dan kemampuan teknis yang ...