Langsung ke konten utama

Mengenang Banter Era AC Milan: Masa-Masa Sulit Pasca Scudetto 2011

 


Setelah meraih Scudetto terakhir mereka di tahun 2011, AC Milan memasuki fase yang oleh para fans sering disebut sebagai "Banter Era". 

Istilah ini merujuk pada masa sulit yang penuh dengan keputusan aneh, performa mengecewakan, dan ketiadaan trofi besar. 

Buat kamu yang pernah merasakan era itu, pasti paham betapa frustrasinya jadi Milanisti tapi buat kamu yang masih bertahan pasti bangga bisa melewati itu semua. 

Yuk, kita bahas kenapa periode ini jadi salah satu era paling kelam dalam sejarah Milan!

1. Perombakan Skuad yang Membingungkan

Semua berawal dari kepergian nama-nama besar seperti Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva pada tahun 2012. Keputusan menjual dua pemain kunci ini, demi "menyeimbangkan neraca keuangan", jadi salah satu momen paling mengecewakan bagi fans. 

Nggak cuma itu, para legenda seperti Gattuso, Nesta, dan Seedorf juga meninggalkan klub dalam waktu yang hampir bersamaan. 

Hasilnya? Skuad Milan kehilangan kualitas sekaligus jiwa kepemimpinan.

Di sisi lain, pemain-pemain yang didatangkan untuk menggantikan mereka sering kali nggak sebanding. Masih ingat Kevin Constant, Bakaye Traoré, atau Mattía Destro? Nama-nama ini sering jadi bahan lelucon di media sosial karena performa yang jauh dari ekspektasi.

2. Pergantian Pelatih yang Nggak Habis-Habis

Dalam periode ini, Milan seperti kehilangan arah di kursi pelatih. Allegri yang membawa Milan juara pada 2011 akhirnya dipecat setelah hasil buruk. 

Setelah itu, datang pelatih seperti Seedorf, Inzaghi, Mihajlovic, hingga Montella. Masalahnya, setiap pelatih punya filosofi yang berbeda, dan manajemen nggak pernah benar-benar memberikan waktu atau dukungan penuh. 

Harusnya fokus pada fundamental tim tetapi tim malah makin nggak konsisten.

3. Kejatuhan di Kompetisi Domestik dan Eropa

Kalau dulu Milan adalah penguasa Serie A dan Eropa, 

Banter Era membawa Milan ke tempat yang nggak biasa: papan tengah Serie A. Fans harus terbiasa melihat Milan gagal lolos ke Liga Champions selama bertahun-tahun. Bahkan, ada musim di mana Milan hanya finis di posisi 10! 

Bayangkan, klub dengan sejarah besar seperti Milan harus puas hanya bermain di Liga Eropa, atau malah absen dari kompetisi Eropa sama sekali.

4. Harapan yang Selalu Ada

Meski penuh kesedihan, Banter Era juga mengajarkan Milanisti arti kesetiaan. Fans tetap mendukung klub meskipun hasilnya jauh dari memuaskan. 

Akhirnya, harapan mulai terlihat saat Milan diambil alih oleh Elliott Management, diikuti dengan perombakan struktur klub. 

Puncaknya, Scudetto 2022 menjadi simbol kebangkitan Milan setelah bertahun-tahun terpuruk.

Banter Era memang masa sulit, tapi itu juga jadi bagian dari sejarah yang bikin kemenangan terasa lebih manis. 

Setuju nggak? Kalau kamu punya kenangan Banter Era yang paling bikin ngelus dada, share dong!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Inter dan Milan Punya Stadion yang Sama tapi Beda Nama?

Sumber: sportspro.com Bagi para penggemar sepak bola, stadion San Siro adalah salah satu ikon paling terkenal di dunia. Tapi yang unik, stadion ini digunakan oleh dua klub besar Serie A, yaitu AC Milan dan Inter Milan.  Meski berbagi stadion yang sama, kedua klub ini menyebutnya dengan nama berbeda: Milan menyebutnya San Siro , sementara Inter menyebutnya Giuseppe Meazza . Bagaimana sejarah di balik fenomena ini? Yuk, kita bahas! Sejarah Singkat Stadion San Siro San Siro, yang terletak di Milan, dibangun pada tahun 1926 atas inisiatif Piero Pirelli, presiden AC Milan saat itu. Awalnya, stadion ini hanya digunakan oleh AC Milan dan memiliki kapasitas sekitar 35.000 penonton. Stadion ini diberi nama sesuai dengan nama distrik di mana stadion tersebut berada, yaitu San Siro. Pada tahun 1947 , Inter Milan mulai berbagi penggunaan stadion dengan AC Milan. Hal ini dilakukan karena Inter tidak memiliki stadion sendiri yang memadai untuk menggelar pertandingan besar.  Sejak saat i...

Sejarah AC Milan: Dari Klub Kecil Jadi Raja Eropa!

  Kalau ngomongin klub sepak bola bersejarah, nggak lengkap tanpa menyebut AC Milan. Klub ini nggak cuma punya koleksi trofi segudang, tapi juga punya kisah awal yang menarik banget untuk diulik.  Nah, buat kamu yang penasaran gimana awal mula Milan berdiri sampai jadi klub raksasa, simak cerita serunya di bawah ini! Awal Mula: Dari Klub Inggris ke Raksasa Italia Jadi, ceritanya semua bermula di tahun 1899. Seorang pria asal Inggris bernama Herbert Kilpin bersama teman-temannya mendirikan klub yang awalnya diberi nama Milan Foot-Ball and Cricket Club .  Kok ada “cricket”-nya? Ya, karena saat itu olahraga cricket lagi hype di kalangan ekspat Inggris di Italia. Tapi akhirnya, sepak bola yang lebih mendominasi dan klub ini pun lebih fokus ke bola bundar. Dari awal, Kilpin sudah punya visi untuk membuat Milan menjadi klub yang hebat. Bahkan dia pernah bilang, "Kita akan menjadi tim iblis. Warna kita merah seperti api dan hitam untuk menakuti lawan!" Nah, dari sinilah kenapa ...

Nomor 10 AC Milan: Para Maestro yang Berkesan

Nomor 10 di AC Milan adalah simbol kreativitas, kepemimpinan, dan kelas.  Sepanjang sejarah klub, banyak pemain berbakat telah mengenakan nomor ini, membawa kebanggaan dan tanggung jawab besar di lapangan. Berikut adalah lima pemain nomor 10 AC Milan yang paling berkesan. 1. Gianni Rivera (1960-1979) Gianni Rivera adalah legenda sejati AC Milan. Sebagai playmaker, ia dikenal dengan visi, teknik, dan kemampuan mencetak golnya.  Rivera mengenakan nomor 10 selama hampir dua dekade dan memimpin Milan meraih berbagai gelar, termasuk dua trofi Liga Champions pada 1963 dan 1969.  Ia juga menjadi pemain Milan pertama yang memenangkan Ballon d'Or pada 1969. Hingga kini, Rivera tetap dianggap sebagai salah satu pemain terbaik dalam sejarah klub. 2. Ruud Gullit (1987-1993) Pada era keemasan Milan di akhir 1980-an dan awal 1990-an, Ruud Gullit adalah salah satu bintang paling bersinar. Pemain asal Belanda ini membawa kombinasi kekuatan fisik, kecepatan, dan kemampuan teknis yang ...